Tuesday, February 17, 2009

Rindu Pada Peradaban


Bapak yang di tengah dalam gambar di atas adalah seorang petani. Petani biasa. Setiap hari dia bekerja mengurusi tanaman yang ada di proyek milik Doi Tung, Chiang Rai, Thailand. Aku lupa namanya siapa karena sudah lama sekali foto ini diambil.

Bunga-bunga bermekaran di salah satu taman yang ia urus. Sangat cantik karena beraneka warna. Indah, dan membuat hati siapapun yang berkunjung menjadi nyaman. Udara yang sejuk dan dingin membuat suasan taman tempat bapak ini bekerja menjadi tempat 'pelarian' orang-orang metropolitan di Thailand.

Bapak ini sosok yang pemalu. Setiap kali gw bertanya (ditranslate terlebih dahulu oleh teman dari yayasan Doi Tung), dia selalu menjawab dengan sepatah dua patah kata. Itu pun selalu disertai senyuman. Saat dia tertawa, sebaris gigi berwarna hitam terlihat. Hehehehehe

Tapi, gw acungkan jempol untuk langkah radikal yang dia ambil dalam hidupnya, sekitar 15 tahun lalu. Sebelum bekerja sebagai petani di Doi Tung, dia adalah petani opium.

Yup.. pekerjaan yang diwariskan leluhurnya itu, ia lakoni sejak … mungkin sejak dia menghidup udara dunia. Soalnya, petani opium merupakan pekerjaan yy diturunkan dari orang tuanya, orang tua dari kakek dan neneknya :D


***

Ada satu kepuasan yang ditawarkan pofesi kewartawanan. Mengenal peradaban di luar yang kita tahu selama ini. Kita bisa mengenal orang baru, adat istiadat orang lain, mengenal tempat baru, dan sebagainya. Tak hanya sebatas mengenal, kita pun bisa menelusuri apapun yang kita mau. Dan proses penelusuran itu merupakan kesempatan yang sangat nikmat, apalagi jika itu berkaitan dengan adat istiadat dan kebiasaan orang-orang setempat.

Karena banyak hal-hal unik yang bisa gw ditemukan. Misalnya, di satu kesempatan di Papua sana. Gw baru tahu kalau orang Papua terutama di daerah sekitar Timika memiliki kebiasaan untuk pergi bersama keluarganya ke sungai atau ke tempat lainnya hanya sekadar untuk bersantai-santai.

Bagi masyarakat pedalaman di sana, pekerjaan bukanlah hal yang pokok. “Mereka pernah kami beri bebek. Mereka menerima dan memelihara. Tapi mereka tidak mengetahui untuk apa bebek itu diperlihara,” kata seorang petugas di sana yang gw wawnacara. Sayang, saat itu, gw tak berkesempatan berbincang2 dengan warga setempat. Karena padatnya agenda petinggi dari Jakarta yang gw ikuti acaranya itu.

Petugas itu melanjutkan, kesadaran masyarakat di sektor ekonomi masih rendah sehingga mereka masih mengandalkan alam dalam pemenuhan kebutuhannya. Disatu sisi (ini menggunakan frame orang metropolitan yang selalu mempersiapkan segala sesuatu untuk jangka panjang), kebiasaan mereka itu memang tidak akan mendatangkan kemakmuran. Dan kerusakan alam yang makin hari makin parah di wilayah itu (berkat tailing dengan kedalam 10 meter di sepanjang anak sungai di wilayah itu ), tentu akan memaksa mereka untuk tdk lagi bergantung pada alam.

Di sisi lain, sebetulnya gw suka dengan kebiasaan itu. Mereka benar-benar menikmati hidup dan ciptaan Tuhan. Gw sempat melihat seorang bapak dan ibu serta dua anaknya di berjalan-jalan di sepanjang sungai di wilayah Timika itu. Mereka berjalan-jalan begitu saja. Pendaran cahaya yang terpantul dari tailing itu membuat imagi mereka sangat indah.

Kalau gw pelukis, mungkin kegiatan mereka ini sudah gw frame kan dalam sebuah guratan kuas diatas kanvas. Sayang, gw hanya seorang penulis. Dan, kala itu gw tak bisa menuliskannya dalam guratan tinta. (karena keterbatasan halaman sebuah media cetak).

"Mereka melakukan hari itu hampir setiap hari dari pagi hingga petang," kata petugas itu lagi.

***

Sudah tujuh bulan ini, gw hanya berhadapan dengan laptop setiap hari dari jam 9 sampai jam 8 malam. Duduk terus di meja dengan AC yang kadang-kadang hanya ramah pada mesin provider dan komputer. Kalau sudah begini, jaket yang biasa gw gunakan untuk camping di gunung pun sampai gw pakai.

Jujur, ada kerinduan untuk bisa merasakan dan menikmati udara terbuka di wilayah Indonesia dan dunia. Sangat merindukan. Entah sampai kapan gw bisa menghilangkan rasa rindu ini. Gw malah menyangsikan perasaan ini akan hilang. Hehehe..
Mungkin satu hari nanti, gw akan kembali lagi ke lapangan. Tentu itu akan sangat membahagiakan… mengenal peradaban lain. Gw akan sabar menunggu peluang itu datang lagi.

1 comment:

tertawalah said...

Ralat:

Di paragraf, "hanya ramah pada mesin provider" itu salah ketik.

seharusnya: 'mesin server.' Demikian perbaikan ini. semoga pembaca (gw sendiri), maklum.

redaksi

:D


someone said, every story has it end. But in life, ending is a new beginning for other stories.