Friday, March 30, 2007

duh, kok deg2an ya?

Sedari pagi, bangun tidur jam 6.55WIB, perasaan gw ga enak banget!! Suntuk..males kerja.. dammed ada apa dengan perasaan gw?
mana pas liputan, jantung gw berdesir mulu..ngliat muka narasumber yang membosankan.
mana mereka ngomongnya membosankan lagi..
si akmal ngajak gw wawancara salah satu narsum. tapi dasar lagi kumat, gw malah ngacir pulang duluan karena maleeeeeeeeees banget..
apa karena gw kena jantung ya? makanya gw deg2an mulu.
badan gw lemes.
aduh,,,,bangsaat!!
mana maw ke MA, Ujan lagi. akhirnya SEKARANG gw terperangkap di MK. tau ampe kapan. padahal jam sudah menunjukkan jam 12.30. artinya lima belas menit sampai setengah jam lagi, jumatan bubar. which mean, door stop!!

Tau Ah.. GELAP!

Tuesday, March 13, 2007

rambut gw yang membawa kehebohan..


"Rambut lo kenapa Ta? kejatuhan cat?"

"Ya ampun Ta, jualan jagung dimana?"

"Makanya Ta, jangan kebanyakan main layangan,"

"Waduh..udah kayak orang belanda ajah,"

"Ada bule cat sendiri,"

dan lain sebagainya...

hujatan-hujatan itulah yang selalu gw denger ketika kaki pucat ini melangkah gontai ke kantor demi se-cling absen. Walau pujian terkadang mendompleng hujatan tersebut, tapi kok hujatannya lebih kerasa dan kedenger dibanding dengan pujiannya yak..

Well, i dont care anyway..
gw suka dengan rambut gw. keren...wahahahahaha
gw ingin melakukan semua hal yang selama ini takut untuk gw lakukan.
gw ingin mencoba sesekali melawan arus.
dan rasanya, enak juga ya.

selama ini, gw selalu berusaha menjadi pengikut arus pemikiran orang kebanyakan. Apa yang kudapat? kebosanan....

COMMON SENSE... kadang-kadang mematikan keinginan gw untuk berkreasi dengan apapun juga.
hidup...

Thursday, March 08, 2007

Kepergian Wawan Merubah Hidupku…

Siapa yang akan mengenal sosok Sumarsih sebelum 1998? Mungkin hanya sebagian besar warga di lingkungan rumah Sumarsih di Kompleks Pegawai Setjen DPR RI, Meruya Selatan, Jakarta Barat. Kalaupun ada lagi, mungkin di lingkungan tempat dia bekerja di sekertariat Fraksi Partai Golkar DPR RI, Jakarta.

Layaknya, ibu-ibu lainnya, Sumarsih menjalani kehidupan rumah tangganya dengan sederhana. Itulah sosok perempuan yang lahir di Semarang, 5 Mei 1952 itu sebelum tahun 1998. Seorang ibu rumah tangga yang baik dengan seorang suami dan dua orang anak disisinya. Sumarsih merasakan kebahagiaan sudah lengkap dengan kesehariannya sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan mengurus keluarga dengan sambil bekerja.

“Saya dulu senang sekali masak. Biasanya, setelah saya pulang dari tempat kerja saya memasak sesuai dengan permintaan anak-anak atau suami,” kata Sumarsih yang menikah dengan Arief Priyadi pada tahun 1977 itu.

Ia mengakui jika hidupnya betul-betul dia curahkan bersama suaminya, Arief, untuk mendidik kedua anaknya yang ia kasihi, BR Norma Irmawan dan BR Irma Normaningsih. Sumarsih ingin membekali anak-anaknya dengan pendidikan setinggi mungkin untuk bekal mereka ketika dirinya atau suaminya telah tiada. “Saya tidak mau meninggalkan kedua anak saya dengan harta benda saja karena harta itu akan habis. Tapi tidak dengan pendidikan,” kata Sumarsih.

Namun, hari kelam itu datang tanpa diundang. Hari dimana kebahagiannya yang sederhana direnggut dengan paksa. Ia mengingat dengan persis, hari itu tanggal 13 November 1998. Anak sulungnya, Norma Irmawan atau yang biasa ia panggil Wawan dikabarkan tertembak oleh aparat. Bahkan, kemudian ia mengetahui anak kesayangannya yang baru duduk di semester lima Univeritas Atmajaya itu harus menemui ujung hidupnya di tangan aparat negara bersenjatakan senapan peluru tajam. Indonesia berduka dengan meninggalnya sejumlah mahasisw

“Saya sungguh terpukul dan seakan tidak percaya. Karena Wawan bilang sama saya kalau dia dibagian logistik dan tidak ikut dalam demonstrasi. Saya memang melarang dia untuk berdemo,” kisahnya dengan pandangan menerawang mengenang luka yang tak kunjung mengering itu.

Peristiwa itu membuat Sumarsih hancur. Selama hampir sebulan lebih, dia tidak mau makan. Bahkan, hingga kini, ia tidak pernah lagi tidur dengan nyaman. “Sayapun tidak pernah memasak. Selama hampir delapan tahun saya tidak memasak lagi. Padahal itu hobi saya,” katanya.

Keibuannya memberontak. Ia ingin mencari keadilan untuk anaknya. Apapun akan dilakukannya. Termasuk berdemo, aktivitas yang dahulu ia larang-larang untuk dilakukan anaknya. Dunia ibu rumah tangganya ia tinggalkan dan perjuangan hak asasi manusia pun menjadi santapan barunya. “Saya hanya ingin pelaku-pelaku pelanggar HAM diadili dan kalaupun kemudian meminta maaf, saya akan terima,” katanya. Sekarang ini, perempuan lulusan SMEA Negeri Salatiga, Jawa Tengah itu aktif diberbagai kegiatan HAM.

Jika dahulu, peristiwa seperti Talangsari, Tanjung Priok, dan peristiwa pelanggaran HAM lainnya hanya sampai sebatas ditelinga, namun kini pelanggaran-pelanggaran itu seperti sudah merasuk dalam jiwanya. “Sekarang saya seperti memiliki link

atau hubungan dengan semua peristiwa pelanggaran HAM itu,”ungkapnya.

Perjuangannya itu pula mengantar dia memperoleh penghargaan kemanusiaan Yap Thiam Hien Award pada 2004.

Apakah Anda pernah lelah memperjuangan keadilan HAM? “Saya sudah lelah. Kalau bisa, saya ingin mati saja sehingga semuanya selesai dan tidak ada beban lagi. Tapi, Tuhan belum juga memanggil saya. Untuk itu, saya akan mengisi sisa hidup saya dengan mencari keadilan untuk anak saya,” katanya. Senyuman tipis menggurat tegas diwajahnya. Keriput dan rambut yang menua seakan mewakili kelelahan Sumarsih.

Bahkan, sekarang dia tidak pernah menyimpan uang hasil penghargaan ataupun bantuan. “Semuanya saya sumbangkan untuk kemanusiaan. Semua uang yang dahulu biasanya saya tabung untuk anak, sekarang hanya singgah sebentar saja di tangan saya,” katanya. (Ita Malau)

Monday, March 05, 2007

sembilan 'jika' yang jarang ku sadari untuk ku syukuri...

1. Jika engkau mempunyai makanan dilemari es, pakaian yang menutup tubuhmu, atap di atas kepalamu dan tempat untuk tidur, maka engkau lebih kaya dari 75 % penduduk di dunia ini.

2.Jika engkau memiliki uang di bank, di dompetmu , dan uang-uang receh, maka engkau berada diantara 8 % kesejahteraan dunia.

3. Jika engkau mendapatkan pesan ini di komputermu, engkau adalah bagian dari 1 % di dunia yang memiliki kesempatan itu.

4. Jika engkau bangun pagi ini dengan lebih banyak kesehatan daripada kesakitan... .engkau lebih diberkati daripada begitu banyak orang di dunia ini yang tidak dapat bertahan hidup hingga hari ini .

5. Jika engkau tidak pernah mengalami ketakutan dalam perang , kesepian dalam penjara , kesengsaraan, penyiksaan, atau kelaparan yang amat sangat maka engkau lebih beruntung dari 700 orang di dunia.

6. Jika engkau dapat menghadiri pertemuan religius tanpa ada ketakutan akan penyerangan, penangkapan, penyiksaan, atau kematian...maka engkau lebih diberkati daripada 3 milyar orang di dunia.

7. Jika orangtuamu masih hidup dan masih berada dalam ikatan pernikahan.. .maka engkau termasuk orang yang sangat jarang.

8. Jika engkau masih bisa mencintai... maka engkau termasuk orang besar. Karena cinta adalah berkat Tuhan yang tidak didapat dari manapun.

9. Jika engkau dapat menegakan kepala dan tersenyum, maka engkau bukanlah seperti orang kebanyakan, engkau unik dibandingkan semua mereka yang berada dalam keraguan dan keputusasaan. "

Nikmatilah hari-harimu , hitunglah berkat yang telah Tuhan anugerahkan kepadamu. Dan jika engkau berkenan, kirimkan pesan ini ke semua teman-temanmu untuk mengingatkan mereka betapa diberkatinya kita semua.
***

pesan di atas 'ku dapat dari email seorang kawan. aku tersadar:

-bukan aku yang ada di televisi dan menjadi anak yang menangisi bapaknya yang harus ke jakarta untuk memperjuangkan rumah yang sudah tenggelam kena lumpur lapindo.

-bukan aku yang dalam televisi yang harus terbaring di rumah sakit Yogyakarta karena terkena empat penyakit sekaligus dan memaksa bapak menjual ginjalnya untuk mengobati sakitku.

-ternyata bukan aku juga yang menjadi korban banjir di manggarai NTT yang terpaksa kehilangan banyak orang yang dikasihi karena terseret banjir.

Tapi, seringkali, masih saja aku mengeluh pada Tuhan betapa tidak beruntungnya aku..betapa sulitnya hidupku.. dan keluhan lainnya.

padahal...aku jauh...jauh...jauh sangat beruntung.

Terima kasih Tuhan




someone said, every story has it end. But in life, ending is a new beginning for other stories.