Monday, February 19, 2007

Thank You God...

Entah apa yang terjadi bulan ini. Biasanya, gw selalu keren dalam soal mengirit dan menyimpan sepeser uang. Tak banyak memang yang bisa kutabung, tapi biasanya cukuplah untuk menghidupi nyawa ini sebulan penuh.
Tapi, bulan ini??? hiks....pengeluaranku membengkak. Ketika tanggal 15 'ku cek rekeningku...
ALAMAK...tinggal 300rebu? ini masih tanggal 15 oiiiii?
"Penghematan..penghematan... harus segera dimulai,"pikirku. Mamaku tersayang malah memaksa ku pulang. Apa dia tidak melihat anaknya sedang kesulitan uang??
Sejak beberapa waktu lalu, aku mulai minta makan ke ibu kos. Dengan sedikit cuap-cuap pujian, aku bisa mendapatkan makanan dengan senyuman dari ibu kosan. (Tapi, emang masakannya enak sih...hehehe lu bayangin aja, kemarin dia masak ikan + leunca + sambal +tahu + tempe. uihh nikmat bener..)
Beberapa hari inipun gw hanya memakan gado-gado plus telur dua butir. cukuplah secara gizi)
ah, pengiritan.. karena di dompetku tinggal Rp20rebu doang...arghhhh!
hingga pada suatu sore yang indah, HP ku berbunyi..
Berikut kutipannya:

"halo," kata ku
"Ita, kamu ke Poso ya tanggal 22 sampai 24. Bikin tulisan jurnalisme damai," kata redakturku.

Itu adalah suara yang paling merdu yang pernah kudengar tahu kenapa? karena kita akan mendapatkan suntikan dana Rp300rebu dari SPJ untuk meneruskan nafas kita ini.ALAMAK
hahahaha..
lalu, JURNALISME DAMAI?? it just so me...
Makasih Tuhan, lu dah baik banget di detik-detik terakhir...
amin

Friday, February 16, 2007

eksistensi yang dipertanyakan...

"Gimana sih si ita itu..setiap hari menulis berita tapi tak satupun beritanya masuk," kata seorang pegawai di sebuah instansi pemerintahan sambil membolak-balik koran nasional berlambang burung elang itu.
Walau tak mendengar secara langsung, hati ini terenyuh juga. Seperti ada berjuta-juta pisau berebutan menusuk-nusuk hatiku ketika seorang kawan me-rewind kata-kata itu. Eksistensi ku sebagai wartawan dipertanyakan dengan gamblang di hadapan wartawan lainnya.
hiks..hanya itu yang keluar dari mulutku.
Sebab, ini bukan untuk pertaman kali ada kata-kata seperti itu keluar dari mulut seseorang. bahkan, sejumlah rekan pun mempertanyakannya.
"Lu rajin ngetik berita tapi tak satupun masuk," kata seorang kawan lain di lain waktu pula.

Apa yang bisa kulakukan..? beberapa kali, godaan memang datang mendera.
"HUH..buat apa aku pontang-panting ke sana kemarin kalau beritaku tak dimuat juga. Habis-habis ongkos dan tenaga untuk hal yang sia-sia. Mulai besok aku hanya akan mengirim berita satu saja. Persetan dengan produktivitas!" kataku suatu hari.
Tapi, aku berpikir, itu tidak profesional dan bukan jalan keluarnya.

yang menjadi pertanyaanku sebetulnya, mengapa kantor meng-hire begitu banyak wartawan. Padahal, halaman yang digarap seringnya hanya SEHALAMAN. ITUPUN HARUS RELA BERBAGI DENGAN IKLAN. Sudah sebulan (Atau dari dulu ya??), berita yang termuat hanya dua yang berbentuk kapsul, sisanya, 3-4 berita udin alias lintas alias berita minimalis dengan 10-20 baris saja.
Sedangkan, Saat ini saja ada sekitar 12 wartawan di kompartemen. Andaikan masing-masing membawa dua berita minimal, sudah ada 24 berita yang bersaing untuk mendapatkan lahan setengah halaman itu. 1:12 !!! (Ini jumlah minimal berita loh, karena rata-rata wartawan bisa membawa sampai 4-5berita/hari). Ugh... think about this just make me so upset...
Mana, kemarin aku dengar akan ada rekruitmen lagi. Yup, some of new journalists will join with us..
Pertanyaan besarku, MENGAPA TAK TAMBAH HALAMAN SIH?
Ah, sudahlah, aku mau liputan lagi...just wish me so fuckin' luck!!
kapan ya kita di rolling...?

Tuesday, February 13, 2007

Ceritanya kok mirip tangkuban perahu ya?
tapi, dongeng ini sangat tidak terkenal. sama seperti marga 'malau'-nya.

huhuu


AWAL TERJADINYA PULAU MALAU

Nantinjo adalah putri bungsu dari Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon dari sepuluh bersaudara, anak yang pertama adalah Raja Uti, ke dua Saribu Raja, ke tiga Limbong Mulana, ke empat Sagala Raja, ke lima Lau Raja sedangkan perempuan yang pertama adalah Biding Laut, ke dua Boru Pareme, ke tiga Anting Haumasan, ke empat Sinta Haumasan dan ke lima Nantinjo. --cut--.

Semasa hidupnya, Nantinjo mengalami penderitaan yang cukup berat, sebab ketika lahir kedunia ini saja dia tidak sempuma, dikatakan wanita bukan, pria juga bukan. Pada saat umurnya sepuluh tahun kedua orang tua Nantinjo telah di panggil Yang Kuasa. Semenjak ditinggal kedua orang tuanya semakin beratlah penderitaan yang dialaminya. Nantinjo tinggal bersama abangnya Limbong Mulana, karena yang tinggal dikampung pada saat itu hanyalah ketiga abangnya Limbong Mulana, Sagala Raja serta Lau Raja, sedangkan abangnya Raja Gumeleng-Geleng telah pergi dibawa oleh Yang Kuasa kepuncak Gunung Pusuk Buhit. Abangnya yang nomor dua Saribu Raja telah pergi juga merantau entah kemana rimbanya, dikarenakan adanya skandal cinta dengan adiknya sendiri Boru Pareme.

Kemelut keluarga yang begitu hebat telah melanda keluarga Nantinjo sehingga abangnya yang nomor tigalah yang harus bertanggung jawab atas diri Natinjo sepeninggal kedua orang tuanya. Walaupun Nantinjo tinggal dirumah abangnya sendiri, penderitaan yang dialaminya sangat berat karena begitu besar tanggungjawab yang dibebankan abangnya terhadap dirinya mulai dari mengurus rumah, mengasuh anak-anak, serta mencari bahan makanan ke hutan. Dan yang membuat hati Nantinjo sangat menderita apabila Nantinjo salah sedikit saja pastilah dia mendapat hukuman dari abangnya. Siksaan demi siksaan diterima Natinjo hari lepas hari dari abangnya tersebut. Meskipun begitu berat penderitaannya Nantinjo pasrah, sebab tumpuan harapan pengaduannya telah pergi merantau entah kemana.

Nantinjo mempunyai keahlian bertenun, maklumlah pada saat itu dia harus bertenun jika ingin mempunyai pakaian. Setiap bertenun, Nantinjo selalu melantunkan syair lagu penderitaannya dengan berlinang air mata sambil memohon kepada yang Kuasa agar ditunjukkan jalan padanya untuk dapat keluar dari deritanya. Melihat dan mendengar penderitaan serta jeritan hati Nantinjo, Yang Kuasa akhirnya menunjukkan jalan keluar kepada Nantinjo. Pada suatu saat datanglah abangnya Lau Raja bertamu kerumah Limbong Mulana, melihat adiknya sedang menangis hatinya sedih, sebagai abangnya Lau Raja penasaran dan bertanya kepada sang adik, mengapa engkau menangis Nantinjo? namun pertanyaan abangnya itu bukan membuat Nantinjo diam malah membuat tangisan Nationjo semakin keras. Lau Raja pun mendekati adiknya, dipeluk dan dihibur adiknya dengan penuh kasih sayang sambil bertanya ada apa gerangan yang membuat hati adiknya begitu pilu dan sedih? Sadar bahwa abangnya begitu sayang kepadanya, Nantinjo akhirnya menceritakan segala
penderitaannya dan menunjukkan luka dipunggungnya akibat siksaan yang kerap dilakukan abangnya Limbong Mulana kepadanya.

Tanpa sadar Lau Raja memanggil nama ibunya “Sibaso Bolon” sambil berujar “teganya kamu Ibu, membiarkan putri bungsumu mengalami penderitaan yang begitu berat dan tidak berkesudahan” . Sambil membelai adiknya, Lau Raja mengajak Natinjo pergi dari rumah Limbong Mulana dan ia berjanji akan menyayangi Natinjo. Mendengar ucapan dan janji abangnya, Nantinjo langsung mengikuti ajakan Lau Raja. Akhirnya Lau Raja membawa Nantinjo ke Simanindo Pulau Samosir tempatnya tinggal. Semenjak tinggal dengan Lau Raja. Nantinjo merasa senang, tenang dan bahagia. Nantinjo diberi kebebasan untuk melakukan kesenangannya bertenun walaupun abangnya miskin .

Hari lepas hari berganti, tak terasa Nantinjo sudah mulai berkembang menjadi gadis remaja yang anggun, cantik dan bersahaja. Kecantikan wajah dan sikap Nantinjo yang tidak pernah membedakan teman-temannya semakin menambah harum namanya terlebih dikalangan pemuda. Nantinjo menjadi gadis pujaan semua lelaki baik dikampungnya maupun dari kampung seberang danau toba. Seorang pemuda dari perkampungan (Huta) Silalahi sangat tertarik kepada Nantinjo dan ingin menjadikannya sebagai pendampingnya seumur hidup. Tanpa mengadakan pendekatan kepada Nantinjo, pemuda tersebut langsung meminta kedua orang tuanya untuk segera meminang Nantinjo. mendengar permintaan sang anak, orang tua pemuda tersebut sangat senang dan bangga ternyata putra mereka bemiat meminang bunga desa dari Simanindo.

Tanpa membuang banyak waktu, pihak keluarga tersebut akhirnya berangkat beserta rombongan ke rumah Lau Raja. Dengan maksud untuk meminang Nantinjo yang akan dijadikan istri dari putranya. Setelah mendengar dan mendapat pinangan tersebut, Lau Raja mengundang kedua abangnya Limbong Mulana dan Sagala Raja untuk mengadakan rapat keluarga, untuk menentukan apakah pinangan tersebut diterima atau tidak.

Ternyata, kedua abangnya mempunyai pendapat yang sama yaitu menerima pinangan tersebut. Namun Lau Raja berpendapat bahwa Nantinjo yang harus menentukan keputusan itu, diterima atau tidaknya lamaran tersebut. Kemudian mereka memanggil Nantinjo untuk hadir dalam rapat keluarga tersebut, dan mempertanyakan kepada Natinjo apakah ia bersedia menerima pinangan pihak laki-Iaki dari seberang danau toba itu? Sadar akan keberadaan dirinya yang laki-laki bukan perempuan juga bukan dengan spontan Nantinjo menjawab bahwa dirinya belum siap untuk berumah tangga. Dengan alas an Natinjo ingin menyelesaikan tenunannya terlebih dahulu agar dia bisa memakainya suatu saat nanti jika ia telah siap untuk berumah tangga.

Namun abangnya Limbong Mulana tidak memperdulikan jawaban Nantinjo dan tidak memberikan kesempatan kepada Nantinjo untuk menolak. Katanya “kamu harus menerima pinangan tersebut”. Mendengar paksaan dari abangnya itu tanpa sadar air mata Nantinjo menetes dipipi, dia berpikir tidak akan bisa melawan keinginan abangnya Limbong Mulana. Nantinjo melayangkan pandangan kepada abangnya Lau Raja dengan harapan dapat membela dirinya, namun Lau Raja pun tidak dapat membela adik yang sangat disayanginya itu karena dia sendiripun takut akan amarah abangnya Limbong Mulana. Melihat situasi seperti itu Nantinjo hanya dapat menangis dan menjerit meratapi nasibnya dalam hati.

Hanya Nantinjo sendiri yang tahu siapa dirinya yang sebenarnya. Ketiga abangnya tidak mengetahui bahwa Nantinjo tidak sempurna dilahirkan kedunia ini sebagai seorang wanita. Nantinjo menolak karena dia menyadari bahwa dia tidak akan dapat membahagiakan calon suaminya dikemudian hari. Nantinjo berusaha berpikir keras, alasan apalagikah yang tepat untuk dapat menolak lamaran tersebut.

Nantinjo terus berfikir, berusaha mencari alasan untuk menolak lamaran tersebut. Akhirnya dia mendapat ide dan mengatakan kepada abangnya: “saya bersedia menerima pinangan dengan syarat pihak laki-laki itu harus dapat menyediakan emas satu perahu penuh serta uang ringgit satu perahu penuh” Mendengar persyaratan yang diberikan Nantinjo ternyata orang tua calon suaminya siap memenuhi permintaannya itu, bahkan calon mertuanya mengatakan lebih dari permintaanmu kami dapat kami penuhi.

Setelah kedua belah pihak sepakat, pihak lelaki kembali ke kampungnya diseberang Pulau Samosir. Keesokan harinya, pihak laki-laki itupun datang kembali beserta rombongan dengan membawa persyaratan yang diminta Nantinjo, yaitu emas satu perahu dan ringgit satu perahu.
Melihat emas satu perahu dan ringgit satu perahu keserakahan Limbong Mulana timbul, sikapnya langsung berubah lembut kepada Nantinjo. Dengan lembut Limbong Mulana mengatakan kepada adiknya “sekarang kamu tidak memiliki alasan lagi untuk menolak pinangan calon suamimu itu adikku, sebab calon mertuamu sudah memenuhi permintaanmu disaksikan ketiga abang¬abangmu serta khalayak ramai. Begitu tulusnya calon mertuamu menjadikan kamu sebagai menantu, dan sebagai abangmu yang tertua diantara kami, aku memutuskan bahwa kamu harus berangkat saat ini juga ikut dengan suamimu, Doa Restu dari kami abang-abangmu menyertai keberangkatanmu. Kami mendoakan kiranya Tuhan memberikan kebahagian lahir maupun batin kepada kamu” kata Limbong Maulana panjang lebar.

Dengan hati yang hancur Nantinjo menatap abangnya satu persatu sambil berkata kepada abangnya Lau Raja : “Jikalau memang saya harus berangkat untuk berumah tangga dengan calon suami saya yang bukan pilihan hati saya, tetapi dikarenakan godaan emas dan ringgit satu perahu, ternyata kalian tega memaksa saya untuk berumah tangga, bagiku tidak ada pilihan kecuali menerima namun permintaanku pada abang :” Kumpulkanlah semua apa yang menjadi milikku termasuk alat yang selalu kupakai untuk bertenun. Bambu turak ini tempat benang tenunku tolong tanamkan di ujung desa ini, suatu saat nanti semua keturunan Bapak dan Ibuku akan melihat dan mengingat saya yang penuh dengan penderitaan.”

Lau Raja memenuhi permintaan adiknya dan berjanji akan melaksanakannya. Nantinjopun akhirnya menaiki perahu kesayangannya dan berangkat meninggalkan kampung itu mengikuti rombongan calon suaminya. Sambil mendayung perahu hati Nantinjo terus gusar. Dia tidak dapat membayangkan apa yang bakal terjadi setelah sampai dikampung calon suaminya nanti. Kegundahan dan kekalutan pikiran Nantinjo tidak menemukan jawaban, kemudian Nantinjo memohon dan berseru kepada ibunya Sibaso Bolon, “Bu, mengapa ini harus terjadi, seandainya dahulu ibu cerita kepada semua abangnya tentang keadaan Natinjo yang sebenarnya, mungkin ini tidak akan terjadi. lbulah yang bersalah serlo Limbong Mulana yang tergoda dengan emas dan ringgit satu perahu”. Dengan hati yang sangat pilu Nantinjo bertanya kepada Ibunya, “masihkah lbu sayang pada putrimu ini? kalau lbu benar-benar masih sayang dengarkanlah jeritan hati putrimu ini yang paling dalam. lbu! saya tidak mau berumah tangga sebab itu hanya akan membuat aib dikeluarga, Putrimu ini rela berkorban demi nama baik keturunan Bapak dan lbu di kemudian hari. Saya tahu ibu dapat berkomunikasi langsung dengan Yang Kuasa, Pintalah kepada Yang Kuasa agar saya lepas dari penderitaan ini dan persatukanlah saya dengan ibu”. Mendengar jeritan sang putri yang sangat memilukan hati, ibunya pun meminta kepada Yang Kuasa. Maka seketika itu juga turunlah hujan yang sangat lebat, angin dan badaipun datang menerjang perahu Nantinjo. Gemuruh ombak disertai halilintar turut menangis melihat penderitaan Nantinjo. Akhirnya perahu Nantinjopun tenggelam ditelan ombak danau toba. Nantinjo menemui ajalnya seketika itu juga. Ketiga abangnya yang menyaksikan hal itu merasa bersalah serta takut.

Bahkan setelah Limbong Mulana memeriksa emas dan ringgit satu perahu yang diberikan calon suami adiknya ternyata hanya diatasnya saja emas dan ringgit dibawahnya hanya gundukan pasir dan tanah. Penyesalan yang timbul selalu datang terlambat, apa mau dikata Nantinjo sudah tenggelam kedasar danau toba.

Keesokan harinya disaat orang masih tertidur pulas Lau Raja pergi kepantai tempat perahu Nantinjo diberangkatkan dengan harapan dapat menemukan adiknya hidup maupun mati. Ditelusurinya sepanjang pantai namun
tidak ditemukan jasad adiknya. Sambil menangis tersedu-sedu Lau Raja meminta dalam hatinya kepada Yang Kuasa agar jasad adik yang disayanginya dapat ditemukan.

Sayup-sayup Lau Raja mendengar bisikan: “Adikmu Nantinjo sudah saya bawa ketempat yang aman, sekarang dia bersama ibumu. Anakku hapuslah air matamu, dan lihatlah ketempat dimana perahu adikmu tenggelam, disitu kau akan melihat satu keajaiban dunia, perahu adikmu akan muncul kembali berupa pulau. “ Inilah sebagai pertanda bagi keturunanku di kemudian hari betapa tulus dan mulia pengorbanan adikmu, tidak pernah mau membuat saudaranya malu dan terhina dihadapan orang “.

Tiba-tiba Lau Raja tersadar dan melihat dimana perahu adiknya tenggelam, dengan rasa kaget dia melihat apa yang dibisikkan oleh ibunya. Timbulnya pulau itu membuat Lau raja merasa adiknya Nantinjo serasa hidup kembali, dan dia berjanji pada diri sendiri bahwa ia beserta seluruh keturunannya harus menjaga dan merawat serta menyayangi pulau itu, sebagaimana dia menyayangi adiknya. Lau Raja memberi nama pulau itu “Pulau Malau”.


Saturday, February 10, 2007

jeans belelku...


Semakin dia belel, semakin aku suka memakainya..

Barusan aku berniat mengambil sesuatu dibawah meja kerjaku. sambil menunduk terpaksa aku harus bertekuk lutut karena posisi barang itu jauh juga. Tiba-tiba... "Breeeeeek," Sobekan sepanjang 10 centimeter menganga di jeansku bagian lutut selah kanan. Akibatnya, bagian lutut sebelah kanan dimana terdapat luka mengering pun terlihat dengan jelas. eits...jangan pikir aku ini kudisan ya..luka itu kudapatkan karena aku terlalu heboh mengejar kaki seribu di kamarku. hehehe.. Lututku luka, tapi kaki seribu tetep lenggang kangkung masuk kolong lemari. dammed.
o iya, kembali ke celana jeansku. Ada perasaan sedih melihat robekan di jeansku itu. Padahal, mengingat usianya, memang sudah sepantasnya dia dipensiunkan dari percaturan 'fashion' ala ita. Dia sudah tua sekali. bahkan di beberapa titik rawan, seperti lutut dan pantat, kainnya mulai menipis karena termakan sikat cuci dan lekukan (emang badan gw ada lekukannya ya). Robekan itu, menemani dua robekan lainnya di bagian kaki kanan bawah. Dua robekan akibat gigitan anjingku.
Walau demikian, aku tetap menggunakannya kemanapun. walau orang sudah menghujat dengan beribu kata hujatan, aku tidak bergeming. maklumlah...celana paporit (ceuk sundana mah..).
Jeans dengan merek dagang 'color box' ini adalah celana pertama yang kubeli dengan harga di atas 100rebu. Warnanya biru tua (dulu). Sekarang sih warnanya sudah termakan deterjen sehingga berubah menjadi warna mendekati biru muda. (ceuk sundana mah, BELEL).
Sebetulnya, sejujurnya, dan se- yang lain-lainya, untuk ukuranku di masa kuliah, uang sebesar itu sudah bisa kubelikan macam-macam, terutama buku di Palasari.hehehe
Tapi hari itu -ditahun 2003 kalao tidak salah- dengan paksaan seorang makelar 'fashion,'= TUNA ato ATUN ya- terpaksalah. Yak betul, dia memaksaku untuk membeli celana itu.
Pada awalnya kukira aku akan menyesali 'pemborosan' itu. tapi, setelah memakainya, hmmm... mak nyooooos, wenaaaaaaaaaak tenan rek....pas bener dibadan (susah nih ngomong ama orang udik, bathin atun sambil memperhatikanku dengan cengiran..)
Akhirnya, kau kubeli dengan uang yang sangaaat pas-pasan. aku lupa, dari mana kudapatkan uang itu. jangan-jangan dari hasil nyopet?

Ah,,, seperti barang lain..jeans ini pun menyimpan segudang kenangan..kok jadi sentimentil gini kita yak?

jeans belelku...

Barusan aku berniat mengambil sesuatu dibawah meja kerjaku. Tiba-tiba... "Breeeeeek," Sobekan sepanjang 10 centimeter menganga di jeansku. bagian lutut yang ada luka mengering pun terlihat dengan jelas. eits...jangan pikir aku ini kudisan ya..luka itu kudapatkan karena aku terlalu heboh mengejar kaki setibu di kamarku. hehehe..
o iya, kembali ke celana jeansku Kau kubeli dengan uang yang sangaaat pas-pasan. aku lupa, dari mana kudapatkan

temanku...

apalagi yang tersisa?

"tak ada... semua habis.."

Sunday, February 04, 2007

4 Februari 2007 14:10 WIB

ANTARA - IBUKOTA DAN DAERAH

MEDIA INDONESIA TERPAKSA ALIHKAN PERCETAKAN SETELAH KANTORNYA TERGENANG AIR
     Jakarta, 4/2 (ANTARA) - Harian Umum (HU) Media Indonesia terpaksa
mengalihkan percetakan korannya, setelah mesin percetakan dan stok kertas
yang ada terendam banjir sejak Jumat (2/2) akibat luapan Sungai
Pesanggrahan.
"Kami terpaksa mengalihkan tempat percetakan koran ke media lain,
karena mesin percetakan dan stok kertas terendam air," kata Asisten Kepala
Divisi Pemberitaan HU Media Indonesia, Yohannes, kepada ANTARA, di Jakarta,
Minggu.
Menurut dia, HU Media Indonesia akan mulai terbit lagi pada Senin
(5/2) , setelah selama dua hari dari Sabtu (3/2) sampai Minggu (3/2) tidak
terbit.
Ia menyebutkan saat ini, genangan air di kantor HU Media Indonesia di
Kebon Jeruk, Jakarta Barat, sudah mulai surut hingga aktifitas keredaksian
berjalan seperti biasanya.
"Sebenarnya untuk perkantoran sendiri termasuk Metro TV dan Media
Indonesia On-line (MIOL), tidak menjadi masalah kecuali pada bagian
percetakannya saja," katanya.
Ketika ditanya apakah kantor HU Media Indonesia, akan dipindahkan ke
tempat lainnya seiring perkantorannya di daerah rawan banjir dari Sungai
Pesanggrahan, ia menjawab pemindahan itu belum terpikirkan, terlebih lagi
bangunan yang ditempati saat ini merupakan bangunan baru.
Sebelumnya, sejumlah wartawan HU Media Indonesia mengaku jika media
tempat bekerjanya, tidak terbit setelah mesin percetakannya terendam air.
"Sejak Jumat (2/2) lalu, kami sudah diberitahukan bahwa Media
Indonesia tidak terbit, akibat kantor kebanjiran," kata salah seorang
wartawan Media Indonesia.


*Kantorku malang...
kantorku terSayang...


Hari ini, ada pemandangan di luar kebiasaan..

Biasanya, seragam biru memeonopoli warna di kantor. ditambah dasi.
tapi hari ini? semua orang berlomba-lomba memakai celana pendek.
hehehe...soalnya akses jalan ke kantor masih kerendem aer.

BANJIR...BANJIR...

Friday, February 02, 2007

banjir..banjir...banjir...

09.00: haaaaa...hari yang indah... udara begitu enak...Pagi ini gw berangkat jam 9 karena harus mengejar acara donor darah menkominfo, sofyan djalil (emang penting ya?). dengan rasa kantuk terpaksa gw berangkat. tak ada perasaan yang aneh pagi tadi.
keanehan justru mulai terjadi pada pukul 10.00. kenapa gw merasa aneh? KARENA GW MASIH BERADA DI TOMANG???? please deh, ada apa ini? tanya batinku...biasanya gw sudah sampai di daerah medan merdeka itu jam 10-an!!!!

10.30: Kemacetan ruar biasa membuat bus AJAP yang gw tumpangi tak bergerak barang sesenti juga!!
lalu, tiba-tiba masuk seorang bapak masuk dengan lintingan di celananya.
"BANJIR...jalan cuman bisa dilewati bus," kata dia tanpa ditanya oleh penumpang dan supir yang sudah berwajah bingung.

ckiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit...!

12.00: gw baru sampai di MK, medan merdeka barat. itupun naik ojek Rp10000 melayang...sh*t !!

12.45: gw berangkat menuju liputan kedua di jalan tendean, daerah trans tv sono. gw berniat naik busway sampe benhil.

13.00: tiba di benhil. niat maw turun. tak sengaja, mata yang indah ini melirik ke arah atmajaya... tanpa disuruh, mata ini melotot... BANJIIIIR...!
Fu@$* !!!!
gw urungkan niat gw turun, padahal kursi gw udah ditempatin orang lain. hiks...

13.38: dengan ojek supaya gw tidak terjebak macet, gw tiba di tendean. oh, Tuhanku, uangku melayang Rp15rebu!!! bangke..
sambil mencari-cari....KOK... BAAAAAAAAANJIIIIIRRR.... arghhhh....!!!! thats enough, God.. hari ini kan gw udah minta ampun karena dah nyolong sendal. masa semua liputan gw gagal semua.
Ah, gw tidak langsung balik kanan. gw sempet memperhatikan tim SAR menyelamatkan warga yang kebanjiran. Kasian...banjirnya sampe se dada orang dewasa. yak ampun...
gw inget, gw harus liputan...
tuuut...tuuut... kok ga diangkat sih? tanyaku sambil megang HP. niatan sih mau nlp panitia diskusi itu karena menurut informasi yang gw dapat, RM Suharti termasuk dalam deretan gedung yang kebanjiran.
tuuu..tuuut...hallo," kata suara di seberang sana.
"pAK JADI TIDAK SIH DISKUSINYA?" Tanyaku

"Aduh, maaf Mbak, tidak jadi. soalnya rumah para pembicaranya juga kebanjiran,"
HUAAAAAAAAAAAAAAAA...HIKS...HIKS...HIKS...

15.00: Tiba di MK (kembali) soalnya ada rencana keluarga korban Poso akan ajukan uji materiil ke MK.

15.17: ada sms..hmm dari siapa nih..

Sender: Hanum
"Hore...koran qt ga terbit sbt (sabtu-red) besok. Pcetakan kbanjiran 1 meter. hahaha..."

GOD...why...why... hiks..hiks..
(padahal dalam hati: hehehe...)
Pengakuan Dosa...

"Horeeeeeeeeee...." teriak orang-orang itu dengan sangat tidak sopan. Bagaimana tidak sopan, mereka berteriak kegirangan ketika bus AJAP yang kutumpangi tiba-tiba mogok ditengah genangan air.
Aduh..mengapa ini terjadi? pikirku.. jam sudah menunjukkan pukul 11.30WIB.
Seharusnya, aku liputan pukul 10 di Depkominfo. Bukan hanya telat, kini aku bersama penumpang lainnya kebingungan bagaimana caranya keluar dari genangan air setinggi sepinggang orang dewasa ini. Ah, rupanya, sungai Cideng sudah tak kuasa menampung air dari hujan semalam.
Pandangan ku arahkan ke sebelah. What? sebuah bus dengan merek dagang sama, AJAP, pun mengalami nasib serupa. teronggok tak berdaya di tengah genangan banjir.
Sejurus ke depan-sambil berpikir-aku melihat seorang bapak pun diberi "hore" oleh masyarakat sekitar karena sepeda motornya (kalau itu motor karena yang terlihat hanya stang dan jok kursi) mogok juga. Kupikir seharusnya dia berpikir dong, bus saja sudah berjejer tak berdaya, apalagi motor.
"Seorang lima ribu..seorang lima ribu..ayo naik gerobak...," teriak seseorang dari arah pintu bus. hanya kepalanya yang dia masukkan ke dalam.
"Hah, lima ribu seorang untuk jarak 10 meter itu? lebih baik aku menginap dalam bus," pikir kikirku.
Seolah bisa membaca pikir kikirku, si tukang gerobak berteriak lagi, "Ya udah, kalau tidak mau nginep aje di bis ampe besok," teriaknya berulang-ulang karena kesal dagangannya tidak laku.
Gerutu tidak hanya datang dariku saja rupanya. Penumpang bus lainnya pun menggerutu. hahahaha...rupanya bukan aku saja yang memiliki pikiran kikir untuk satu ini. Sebenarnya kalau dia mau pasang harga murah, dia tetap akan memperoleh untuk besar karena penumpang sendiri berjumlah sekitar 20 orang. dikali 2000 berarti dia bisa mendapat 40ribu. dasar asas manfaat, di pasang tarif selangit.
Bak di musim panen, tukang gerobak lainnya bersliweran dengan gerobak penuh penumpang. wah, mereka dapat rejeki dari bus-bus 'nekat' yang menerobos akal dan logika bahwa genangan air terlalu tinggi untuk semua jenis kendaraan, bahkan untuk bus sekalipun.
"Ayo..gerobak..dua rebu deeh..dua rebu..," teriak sebuah kepala yang menyembul di pintu bus yang ditutupi kerumunan penumpang yang kebingungan.
"Ayo Mba, kita naik gerobak saja," kata seorang wanita yang baru saja kukenal karena musibah ini. Di tengah kebimbangan (karena aku harus berbasah-basah ria dan membuka sepatu? aduh....) mata yang indah ini melihat sepasang sendal jepit putih dengan tali hijau.
Tanpa pikir panjang, kubuka sepatuku dan kuraih sendal itu. Aku tak peduli itu milik siapa. Aku bergegas naik gerobak sebelum si tukangnya berubah pikiran dan menaikkan tarif.
"Aku telah mencuri sendal ini. Ampuni aku Tuhan," doaku dalam hati. Akhirnya, aku naik gerobak. Ini adalah pengalaman 'survival'ku yang pertama di genangan banjir. Naik gerobak...selama ini, aku hanya melihatnya di televisi. hehehe
Sesampai dijalan yang sudah tak tergenang, aku selalu berusaha menyembunyikan kakiku agar tak terlihat supir bus. Entah kenapa, aku yakin sendal ini milik sang supir yang malang itu.

Maafkan aku...aku bersalah :D
Pengakuan Dosa...

"Horeeeeeeeeee...." teriak orang-orang itu dengan sangat tidak sopan. Bagaimana tidak sopan, mereka berteriak kegirangan ketika bus AJAP yang kutumpangi tiba-tiba mogok ditengah genangan air.
Aduh..mengapa ini terjadi? pikirku.. jam sudah menunjukkan pukul 11.30WIB.
Seharusnya, aku liputan pukul 10 di Depkominfo. Bukan hanya telat, kini aku bersama penumpang lainnya kebingungan bagaimana caranya keluar dari genangan air setinggi sepinggang orang dewasa ini. Ah, rupanya, sungai Cideng sudah tak kuasa menampung air dari hujan semalam.
Pandangan ku arahkan ke sebelah. What? sebuah bus dengan merek dagang sama, AJAP, pun mengalami nasib serupa. teronggok tak berdaya di tengah genangan banjir.
Sejurus ke depan, sambil berpikir-aku melihat seorang bapak pun di "hore" oleh masyarakat sekitar karena sepeda motornya (kalau itu motor karena yang terlihat hanya stang dan jok kursi) mogok juga. Kupikir seharusnya dia berpikir dong, bus saja sudah berjejer

Thursday, February 01, 2007















isu flu burung memang sudah menghancurkan ribuan pedagang ayam. gw berpikir, apa ini yang salah pemerintah ya? karena memberikan informasi yang tidak lengkap jadinya masyarakat takut makan ayam.
padahal, penularan flu burung kan dari kotoran dan air liur unggas. bukan dari dagingnya. kalau dimasak dengan benar, daging ayam tetap sehat kok dikonsumsi.
Pemerintah ini terlalu stres dan garak - grusuk jadi ga bisa mikir dengan benar bagaimana caranya menyampaikan informasi dengan benar.
menyebalkan....

hidup ayam...kayaknya enak nih makan KFC...hmmm
sruuup..sruuup....

someone said, every story has it end. But in life, ending is a new beginning for other stories.