Friday, May 15, 2009

Dalam Kesendirian

Malam sudah menggelayut di kota Jakarta. Kulihat jam di HP jadulku, sudah jam 8 malam. Kalau di cimahi, jam segini, aku sudah ada dikasur dan dikeloni si mama. Hihihi..

Aku masih berdiri di bus 213 menuju Grogol, berdesakan dengan penumpang lainnya. Peluh ini bisa kunikmati dari setiap aroma tubuh ‘semut’ pekerja dalam bus ini. Termasuk peluhku sendiri. Peluh dengan beraneka aroma, mulai dari parfumku sampai keringat seorang pemuda yang berdiri tepat disebelahku. God.. ^_^

+++

Kulempar pandangan ke arah bawah jembatan Slipi -kebetulan bus yang kutumpangi masuk tol karena kemacetan yang luar biasa di setiap lini jalan- ada proyek pembangunan. Sekelompok laki-laki masih bekerja dengan keras memindahkan sebongkah batu yang besarnya empat kali bola sepak. Ingat, ini batu, bukan bola.

Bertelanjang dada, mereka terus bekerja di bawah sinar lampu yang terpancar seadanya dari traktor yang mengali tanah terus. Aku yakin, mereka masih bekeja saat aku sudah bermimpi di kasur yang empuk.

Proyek2 di Jakarta biasanya bekerja lebih giat pada malam hari agar aktivitas mereka tidak mengganggu mobilisasi ‘semut’ pekerja seantero Jakarta.

+++

Aku memilih berjalan kaki menuju bentara budaya melewati pasar tradisional Palmerah. Masuk lebih jauh ke dalam pasar, aroma sampah basah yang busuk tercium. Menyengat sekali, pikirku. Apa ada yang bisa tahan hidup dalam lingkungan ini?

Di gang sempit itu, pertanyaanku terjawab, pedagang kecil masih terlihat hiruk pikuk. Jualannya pun aneh-aneh.Mataku menangkap pedagang yang menjual KERAK NASI yang melingkar dengan diameter 10 centimeter… wow..

“Neng, SMS siapa sih. Pacarnya ya?” kata seorang bapak paruh baya mengagetkan konsentrasiku saat mengetik kata demi kata di HP. . Melihat suasan yang sedikit gelap dan hanya aku yang berjalan disitu, aku asumsikan bapak itu berbicara padaku. Tapi, aku sedang enggan beramah tamah. Kesendirian ini begitu nikmat..

+++

Kilau keringat dari para lelaki di proyek dan pedagang di pasar itu masih membayang di otak saat aku menikmati suara lantunan gitar. Irama yang dimainkan Dewa Budjana dan Tohpati, dua musisi papan atas negeri ini di bentara budaya. Meski berjarak sekitar 10 meter, tapi mata ini tidak bisa menangkap sosok dua musisi itu karena kepadatan ‘semut’ pekeja Jakarta yang haus menyeimbangkan otak kiri dengan otak kanannya.

+++

Apa yang mereka cari ke Jakarta ini? 90 persen aku perkirakan mereka yang memenuhi lorong Jakarta ini adalah pendatang dari daerah. Tapi, sebelum aku tanyakan pada para ‘semut pekerja’ itu, “kenapa aku tak tanyakan pada diriku sendiri,”. pikirku.
Alasan utama aku datang ke Jakarta adalah tuntutan ekonomi. Selain itu, didompleng dengan rasa ingin tahu, rasa ingin mandiri, dan rasa-rasa lainnya. Tapi, semua alas an itu ada pondasinya: ada perusahaan yang mau menggunakan ilmuku.

Mungkin alasan utama ku ke Jakarta sama dengan alasan lelaki di proyek dan pedagang di pasar. Tapi, aku harus bersukur, aku masih punya kasur empuk, rumah yang aman. Tidak perlu mengalami tidur di pasar. Seperti yang kulihat malam ini.

Jakarta, 14 Mei 2009

Tuesday, February 17, 2009

Rindu Pada Peradaban


Bapak yang di tengah dalam gambar di atas adalah seorang petani. Petani biasa. Setiap hari dia bekerja mengurusi tanaman yang ada di proyek milik Doi Tung, Chiang Rai, Thailand. Aku lupa namanya siapa karena sudah lama sekali foto ini diambil.

Bunga-bunga bermekaran di salah satu taman yang ia urus. Sangat cantik karena beraneka warna. Indah, dan membuat hati siapapun yang berkunjung menjadi nyaman. Udara yang sejuk dan dingin membuat suasan taman tempat bapak ini bekerja menjadi tempat 'pelarian' orang-orang metropolitan di Thailand.

Bapak ini sosok yang pemalu. Setiap kali gw bertanya (ditranslate terlebih dahulu oleh teman dari yayasan Doi Tung), dia selalu menjawab dengan sepatah dua patah kata. Itu pun selalu disertai senyuman. Saat dia tertawa, sebaris gigi berwarna hitam terlihat. Hehehehehe

Tapi, gw acungkan jempol untuk langkah radikal yang dia ambil dalam hidupnya, sekitar 15 tahun lalu. Sebelum bekerja sebagai petani di Doi Tung, dia adalah petani opium.

Yup.. pekerjaan yang diwariskan leluhurnya itu, ia lakoni sejak … mungkin sejak dia menghidup udara dunia. Soalnya, petani opium merupakan pekerjaan yy diturunkan dari orang tuanya, orang tua dari kakek dan neneknya :D


***

Ada satu kepuasan yang ditawarkan pofesi kewartawanan. Mengenal peradaban di luar yang kita tahu selama ini. Kita bisa mengenal orang baru, adat istiadat orang lain, mengenal tempat baru, dan sebagainya. Tak hanya sebatas mengenal, kita pun bisa menelusuri apapun yang kita mau. Dan proses penelusuran itu merupakan kesempatan yang sangat nikmat, apalagi jika itu berkaitan dengan adat istiadat dan kebiasaan orang-orang setempat.

Karena banyak hal-hal unik yang bisa gw ditemukan. Misalnya, di satu kesempatan di Papua sana. Gw baru tahu kalau orang Papua terutama di daerah sekitar Timika memiliki kebiasaan untuk pergi bersama keluarganya ke sungai atau ke tempat lainnya hanya sekadar untuk bersantai-santai.

Bagi masyarakat pedalaman di sana, pekerjaan bukanlah hal yang pokok. “Mereka pernah kami beri bebek. Mereka menerima dan memelihara. Tapi mereka tidak mengetahui untuk apa bebek itu diperlihara,” kata seorang petugas di sana yang gw wawnacara. Sayang, saat itu, gw tak berkesempatan berbincang2 dengan warga setempat. Karena padatnya agenda petinggi dari Jakarta yang gw ikuti acaranya itu.

Petugas itu melanjutkan, kesadaran masyarakat di sektor ekonomi masih rendah sehingga mereka masih mengandalkan alam dalam pemenuhan kebutuhannya. Disatu sisi (ini menggunakan frame orang metropolitan yang selalu mempersiapkan segala sesuatu untuk jangka panjang), kebiasaan mereka itu memang tidak akan mendatangkan kemakmuran. Dan kerusakan alam yang makin hari makin parah di wilayah itu (berkat tailing dengan kedalam 10 meter di sepanjang anak sungai di wilayah itu ), tentu akan memaksa mereka untuk tdk lagi bergantung pada alam.

Di sisi lain, sebetulnya gw suka dengan kebiasaan itu. Mereka benar-benar menikmati hidup dan ciptaan Tuhan. Gw sempat melihat seorang bapak dan ibu serta dua anaknya di berjalan-jalan di sepanjang sungai di wilayah Timika itu. Mereka berjalan-jalan begitu saja. Pendaran cahaya yang terpantul dari tailing itu membuat imagi mereka sangat indah.

Kalau gw pelukis, mungkin kegiatan mereka ini sudah gw frame kan dalam sebuah guratan kuas diatas kanvas. Sayang, gw hanya seorang penulis. Dan, kala itu gw tak bisa menuliskannya dalam guratan tinta. (karena keterbatasan halaman sebuah media cetak).

"Mereka melakukan hari itu hampir setiap hari dari pagi hingga petang," kata petugas itu lagi.

***

Sudah tujuh bulan ini, gw hanya berhadapan dengan laptop setiap hari dari jam 9 sampai jam 8 malam. Duduk terus di meja dengan AC yang kadang-kadang hanya ramah pada mesin provider dan komputer. Kalau sudah begini, jaket yang biasa gw gunakan untuk camping di gunung pun sampai gw pakai.

Jujur, ada kerinduan untuk bisa merasakan dan menikmati udara terbuka di wilayah Indonesia dan dunia. Sangat merindukan. Entah sampai kapan gw bisa menghilangkan rasa rindu ini. Gw malah menyangsikan perasaan ini akan hilang. Hehehe..
Mungkin satu hari nanti, gw akan kembali lagi ke lapangan. Tentu itu akan sangat membahagiakan… mengenal peradaban lain. Gw akan sabar menunggu peluang itu datang lagi.

Friday, January 02, 2009

Israel, Umat Pilihan Allah???

Ada video yang miris gw liat di Kabar Petang, TVone, sore ini. Seorang bapak berlari-lari dari dalam gedung di jalur Gaza. Di kedua tangannya, terpangku seorang anak berusia lima atau enam tahun. Lunglai. Mata terpejam. Dan, menghitam?

Entah karena debu atau memang dia terkena bom kiriman Israel. Entah dia mati atau masih hidup..Gw tahu, konsekuensi perang pasti anak yang jadi salah satu korban. Tapi, melihat gambar itu secara langsung, sejuta marah, kesal, menyatu menjadi satu.

Gw juga kesel ngliat wartawan berkerumun di pintu gedung yang hancur itu karena keberadaan mereka jadi menyempitkan jalan si bapak. Dengan mengatasnamakan: gambar bagus, close up, or whatever.

Kenapa gw kesel? kondisi kritis, sedetik itu sangat berharga. bahkan seperseribu detik snagat berarti. seharusnya kan mereka bisa lah menggunakan zoom atau apa kek.Buat apa teknologi secanggih sekarang kalau ngambil gambar ajah harus radius 1 cm (berlebihan yah).

Selain itu, Israel juga membom rumah sakit yang berisi anak-anak. Selang-selang bersliweran di tubuh mereka, dan masih juga harus dikirim bom. Di shoot lain ditampilkan, anak-anak yang dilarikan ke rumah sakit karena terkena percikan bom. mereka memang masih bisa berjalan. Namun, tatapan mereka penuh dengan ketakutan. Sembari berlari, ada anak yang memegang keningnya. darah mengucur.

Untuk masuk rumah sakit (dari ambulance) mereka pun masih harus sambil lari.

Mereka hanya anak-anak. Tuhan sayang pada anak-anak. Jika Israel memang umat pilihan Allah, seharusnya mereka tahu kalau Om Gondrong paling sayang pada anak-anak. Pikiran liar kemudian menggugat. Seharusnya Tuhan mengevaluasi keputusannya memilih Israel sebagai umat pilihan.

Tapi, Tuhan tetap Tuhan. Segala keputusan, mutlak di tangannya. Gw hanya berharap, anak-anak itu bisa Ia jaga dengan baik, bahkan seharusnya kelewat baik. DI dunia, mereka tak sempat mengecap perdamaian.

Ada apa dengan orang-orang itu? Apa otak pemimpin Israel itu sudah rusak ya? Ugh...Dasar orang-orang aneh. Gw keseeeeeeeeeeeeeeel!!!!

Wednesday, December 17, 2008

Pemerintah, Apa Maumu?

Dada orang Indonesia akhir-akhir ini pasti merah-merah. Kenapa? Karena menjadi rakyat Indonesia itu harus terus mengurut-urut dada. Sepertinya kalau ada orang asing yang ingin jadi warga negara Indonesia harus ada syarat tambahan, memiliki kesabaran super plus.

bagaimana tidak, satu kasus nih. konversi ke gas!

baru saja rakyat susahkan dengan kelangkaan minyak tanah demi menyukseskan konversi minyak tanah ke gas. mending kalau gas 3 kg dan kompor sudah sukses dilaksanakan semua, baru minyak tanah dilangkakan. Ini, konversi belum mulai (bahkan tak selesai2 sampai sekarang), minyak tanah sudah dilangkakan sedemikian rupa.

sebagai rakyat, gw dukung konversi tersebut. namun kalau pelaksanannya membuat rakyat sengsara begini, mendingan ditunda dulu sampai metode pelaksanaannya jelas sehingga kesusahan rakyat itu bisa diminimalisir.

Saat gaung-gaung konversi mulai, si mama sampai harus berjibaku ke Padalarang (rumah di Cimahi) untuk mencari minyak tanah dengan harga rasional. karena tak mau susah, dia harus membeli sampai berpuluh2 liter untuk persediaan.

sekarang???

baru hitungan bulan, gas elpiji 3 kg kembali langka. entah permainan siapa kali ini. siapapun dia, pemerintah seharusnya mampu menjamin ketersediaan gas. Pertamina sebagai penyalur tentu harus dimintai pertanggungjawabannya. Di tangerang, pemilik warung padang sampai harus kembali ke jaman urdu dengan menggunakan kayu bakar untuk memasak!!

http://bisnis.vivanews.com/news/read/16172-rumah_makan_padang_pakai_kayu_bakar

Lain kali, pemerintah seharusnya memikirkan secara matang setiap kebijakan sehingga rakyat tidak perlu menjadi korban dari ketidaksiapan Pemerintah.

hufff...

Monday, December 01, 2008

Doa Bapa Kami

Bapa kami yang di sorga,
dikuduskanlah nama-Mu.
Datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu,
di bumi seperti di sorga.
Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya,
dan ampunilah kesalahan kami seperti kamipun mengampuni
orang yang bersalah kepada kami.
Dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan,
tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat.

[Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya.
Amin.]

Bahasa Yunani
. Dalam bahasa Koinē yang diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa lainnya:

Πάτερ ἡμῶν ὁ ἐν τοῖς οὐρανοῖς
ἁγιασθήτω τὸ ὄνομά σου·
ἐλθέτω ἡ βασιλεία σου·
γενηθήτω τὸ θέλημά σου,
ὡς ἐν οὐρανῷ καὶ ἐπὶ τῆς γῆς·
τὸν ἄρτον ἡμῶν τὸν ἐπιούσιον δὸς ἡμῖν σήμερον·
καὶ ἄφες ἡμῖν τὰ ὀφελήματα ἡμῶν,
ὡς καὶ ἡμεῖς ἀφίεμεν τοῖς ὀφειλέταις ἡμῶν·
καὶ μὴ εἰσενέγκῃς ἡμᾶς εἰς πειρασμόν,
ἀλλὰ ῥῦσαι ἡμᾶς ἀπὸ τοῦ πονηροῦ.
[Ὅτι σοῦ ἐστιν ἡ βασιλεία καὶ ἡ δύναμις καὶ ἡ δόξα εἰς τοὺς αἰῶνας·
ἀμήν.]


Alih aksara

Pater hēmōn, ho en tois ouranois
hagiasthētō to onoma sou;
elthetō hē basileia sou;
genethetō to thelēma sou,
hōs en ouranōi, kai epi tēs gēs;
ton arton hēmōn ton epiousion dos hēmin sēmeron;
kai aphes hēmin ta opheilēmata hēmōn,
hōs kai hēmeis aphiemen tois opheiletais hēmōn;
kai mē eisenenkēis hēmas eis peirasmon,
alla rhusai hēmas apo tou ponērou.
[Hoti sou estin hē basileia, kai hē dúnamis, kai hē doxa eis tous aiōnas;
Amēn.]

Bahasa Latin

Pater noster, qui es in caelis
Sanctificetur nomen tuum;
Adveniat regnum tuum,fiat voluntas tua,
Sicut in caelo et in terra
Panem nostrum quotidianum da nobis hodie,
et dimitte nobis debita nostra,
sicut et nos dimittimus debitoribus nostris.
Et ne nos inducas in tentationem
sed libera nos a malo.
Amen.

Bahasa Inggris, menurut versi tahun 1928 Book of Common Prayer yang paling ternama:

Our Father, who art in Heaven,
hallowed be Thy Name.
Thy Kingdom come, Thy Will be done,
on Earth, as it is in Heaven.
Give us this day our daily bread,
and forgive us our trespasses,
as we forgive those who trespass against us.
And lead us not into temptation,
but deliver us from evil.
[For thine is the kingdom, and the power, and the glory,
for ever and ever.]
Amen.


Amiiiiin....

Tuesday, November 11, 2008

Lets Go To The Park..


Ada yang aneh dengan hari ini. Tapi, setiap kali kucoba memaksa berpikir apa yang aneh itu, otakku malah memanas dan rasanya mau pecah. Apa yang aneh ya?

Coba kuingat-ingat lagi…keanehan itu memang sudah mulai terasa sejak aku bangun pagi.
Jam 06.30 WIB, mata yang ngantuk ini memaksa untuk membuka. Meski tadi malam aku tidur jam 12 (ato jam 1 yah?) tapi sepertinya alarm tubuh sudah menyetting untuk bangun secara otomatis pada jam 6-6.30 itu.

Btw, Pagi-pagi aku bangun dengan perasaan kosong memang. Tapi, aku tidak terlalu menggubrisnya. Lalu, aku minum dua gelas air putih. Ah, segar sekali…

Menginjakkan kaki pertama kali di bumi pada pagi hari adalah hal yang paling berat aku lakukan karena badan ini masih ingin menempel di kasurku yang sudah mulai lapuk. Ayo, kamu harus bangun!!!

Jam 07.00, aku memasak bubur untuk sarapan. Tak lupa, segelas susu coklat yang lezat kumasukkan dalam bubur gandum itu. Lima belas menit kemudian, aku sudah mulai memakan bubur itu dan tentu saja menghabiskannya..kenyaaang..

Kosong itu masih ada…

Ah, perkawinan rizky the titan. Istrinya kena penyakit kelamin..bla..bla.. dia sampai harus melakukan tes HIV bla..bla… (oh crap!). Kumatikan langsung televisi karena semua saluran menyajikan berita rumah tangga orang, “lebih baik gw ngedengerin si John Legend nyanyi ajah deh….
Sedikit bersemangat…sedikit menggoyangkan badan, hmmm gw seksi juga. :D

“Lets go to the park…” la…la..laa…


Kemudian mandi, berganti pakaian, dan aku ingin menggunakan baju yang membuatku senang hari ini. Kenapa? Karena sebetulnya ada yang kosong…aku ingin mencoba segala sesuatu agar aku bisa senang, meski ada yang kosong.

Jam 7.45 aku pun berangkat kerja. Pergi begitu saja. Tetap kosong itu itu mengiringi perjalanan ku sampai dikantor, tepat pukul 08.45.

Ketika tersadar, tiba-tiba sudah pukul 16.45. sudah sore rupanya, kemana saja aku dari tadi?Akhir-akhir ini, aku tidak bisa lagi mengontrol jiwaku jika sudah bekerja. Semuanya berlari dengan sangat cepat. Karena kalau tidak cepat, teriakan akan muncul,” Ta, beritanya sudah turun di detik tuh,” atau, “Mana Aulia? ditahan tidak? kita harus mendahului peristiwanya bila perlu” atau, “ kejaksaan bagaimana?”

Sepanjang waktu bekerja,kekosongan sudah menguasai badan ini.

Aku baru tersadar pada saat tangan ini reflek mengetik “dave mattews band #41” di situs youtube.com.
Aku mulai bisa merasa lagi…kekosongan itu berkurang saat kudengar lagu itu.
Apakah aku mer*&^&%^&….?

Oh, Crap! (ala Phoebe Buffay)

Friday, October 31, 2008

Perempuan Pabrik

“Ta, beli paramex, stop cold, ama inza,” ujar seorang wanita paruh baya padaku saat hari menjelang sore. Aku masih ingat, saat itu aku duduk di bangku SMP kelas 1. Dia membeli masing-masing obat merek pasaran itu selembar. Sebagai informasi, di Bandung, arti selembar itu sama dengan 4 tablet obat. Mengapa disebut selembar? Karena setiap pack mungil, berisi empat tablet obat.

Seingatku, perempuan itu memang rutin membeli obat-obatan itu untuk menghilangkan sakit kepala dan flu yang selalu menderanya. “Iyah, kepalah sayah teh sakit terus. Meuni nyeri..,” keluh dengan logat sunda yang sangat kental seraya memijat keningnya.
Koyo berwarna putih yang tertempel dikening perempuan pabrik itu-demikian kusebut dia karena aku lupa namanya- pun bergelombang mengikuti gerakan pijatannya.

“Emang kenapa sakit mulu? Ke dokter ajah atuh,” kataku. “Ah, boro-boro ke dokter. Udah ajah dikasih obat ini juga hilang. Teteh teh kan kerja di pabrik. Jadi kalau lembur, suka sakit kepala,” jawabnya.

Sejak aku pindah rumah, tak pernah lagi kubertemu perempuan yang bekerja di pabrik tekstil itu.
***
Aku besar di di daerah Cimahi yang dulu masuk kabupaten Bandung. Kotaku itu merupakan salah satu pusat pabrik tekstil, terutama di wilayah bagian selatan yang membentang dari Cimindi, Leuwigajah hingga Nanjung dan Cibeber.

Sepanjang jalan di wilayah itu, pabrik-pabrik tekstil raksasa berdiri dan mampu menyerap tenaga kerja cukup tinggi. Jangan harap ada pribumi yang memiliki pabrik2 itu. Pengusaha-pengusaha Cina dan Korea semua. Kemana pribumi? Mayoritas menjadi buruh pabrik dengan gaji sekitar 700 rebu. Posisi sudah bagus jika bisa menjadi tenaga administrasi.

Saat lulus SMP atau SMU, teman-teman sepermainanku cukup masuk pabrik dan bekerja. Dengan gaji hanya ratusan ribu rupiah, mereka sudah merasa puas dengan status sebagai buruh kontrak.
***
Tindakan bodoh para pelaku property Amerika akhirnya mulai berimbas ke Indonesia. Beberapa waktu lalu, aku sempat berbincang –jika tak mau dibilang wawancara- dengan salah satu ketua himpunan pengusaha di Indonesia, Sofjan Wanandi.

Ia memprediksikan awal tahun 2009, lebih dari SATU JUTA buruh (terutama pabrik) akan terkena PHK. Kenapa 2009? Karena naik atau turunnya nilai berbagai kontrak ekspor terlihat di akhir tahun.

“Saat ini semua kontrak turun. Pengusaha sedang berjuang bagaimana mempertahankan kontrak-kontrak itu,”” kata dia. Kebayang kalau ekspor harus dibatalkan. Mau dikemanakan semua tekstil hasil kerja dan keringet pabrik itu?

Terlintas juga di otak, bagaimana dengan nasib perempuan pabrik itu. Bagaimana nasib buruh-buruh lain?

Ah, aku tersadar, aku juga buruh kan?

aku ingin sekali merasa bahagia hari ini.
apa yang harus aku lakukan?

merajut cerita

someone said, every story has it end. But in life, ending is a new beginning for other stories.